Selasa, 27 April 2021

PENTINGNYA MEDIA INTERAKTIF DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

 

          Fisika merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan sains. Fisika mempelajari tentang sesuatu yang konkret dan dapat dibuktikan secara matematis. Dalam pembelajaran fisika harus diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh penguasaan konsep yang lebih mendalam. Tidak sedikit dari siswa yang beranggapan bahwa materi fisika itu sulit dan menakutkan. Oleh karena itu, perlu diubah pola pikir siswa tentang anggapan negatif ini (Kurniawati & Nita, 2018). Untuk itu, diperlukan suatu pengembangan media pembelajaran pada materi fisika yang tepat untuk mengubah pola pikirsiswa. Pemilihan media pembelajaran harus sesuai dengan karakteristik materi dan tujuan dari pembelajaran. Ketepatan dalam pemilihan media berpengaruh terhadap hasil belajar dan keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran tersebut (Sriyanti, I. 2009).

Penyebab rendahnya hasil belajar materi fisika, salah satu dikarenakan kurangnya penggunaan pembelajaran berbasis multimedia interaktif. Teknologi informasi dapat digunakan untuk mengembangkan model pembelajaran. Salah satu keuntungan yang dapat diperoleh melalui pemanfaatan android sebagai media dalam pembelajaran adalah siswa mampu memahami konsep secara mendalam. Beberapa peneliti pendidikan menyatakan bahwa teknologi sangat potensial untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Liao, 1992). Oleh sebab itu, perlunya penggunaan media secara kreatif yang dapat memperlancar dan meningkatkan efesiensi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai (Kurniawati & Nita, 2018).

Menurut Sudrajat (2008), media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Media pembelajaran juga mempunyai berbagai manfaat antara lain yaitu membantu pengajar dalam menyampaikan materi ajarnya, media juga dipandang sebagai suatu alat komunikasi yang menjembatani antara ide-ide yang abstrak dengan dunia nyata. Penggunaan media juga membuat proses interaksi, komunikasi dan penyampaian materi antara guru dan siswa agar dapat berlangsung secara tepat dan berdaya guna. Seiring dengan berkembangnya teknologi, salah satu media yang mempunyai banyak kelebihan dari media lain yaitu multimedia komputer karena setiap informasi yang berupa tulisan, audio, dan gambar dapat ditunjukkan secara bersamaan.

Menurut Nandi (2006), terdapat beberapa format sajian pembelajaran berbasis multimedia Interaktif seperti berikut: 1) Model tutorial merupakan salah satu model pembelajaran interaktif yang digunakan dalam proses belajar mengajar dengan menggunakan software berupa program komputer berisi materi mata kuliah. Tutorial dalam program multimedia interaktif ditujukan sebagai pengganti manusia sebagai instruktur pada kenyataannya, 2) Model Drills merupakan salah satu bentuk model pembelajaran interaktif berbasis komputer (CBI) yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang lebih kongkret melalui penyediaan latihan-latihan soal untuk menguji penampilan siswa melalui kecepatan menyelesaikan soal yang diberikan program, 3) Model simulasi merupakan salah satu strategi pembelajaan yang bertujuan memberikan pengalaman secara nyata melalui penciptaan tiruan bentuk pengalaman yang mendekati suasana sebenarnya dan berlangsung dalam suasana yang tanpa resiko, dan 4) Model Instructional Games adalah salah satu model pembelajaran dengan menggunakan multimedia interaktif berbasis komputer. Tujuan Model Instructional Games adalah untuk menyediakan suasana atau lingkungan yang memberikan fasilitas belajar yang menambah kemampuan siswa. Model Instructional Games ini tidak perlu menirukan hal nyata namun memiliki karakter tertentu bagi siswa.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ferawati (2011), model pembelajaran multimedia interaktif dapat meningkatkan penguasaan konsep fisika. Selain itu, didukung pula dengan hasil penelitian Sriyanti (2009) yang memanfaatkan multimedia pada pembelajaran Model Blended e-learning juga mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian lain juga menunjukkan jika pengembangan pembelajaran multimedia interaktif mampu meningkatkan penguasaan konsep siswa (Gunawan, dkk, 2014). Pada pembelajaran multimedia interaktif, siswa dapat mempelajari materi tertentu secara mandiri dengan menggunakan komputer yang dilengkapi dengan program berbasis multimedia (Kadir & Triwahyuni, 2003).

Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan media interaktif multimedia sebagai media pembelajaran Fisika merupakan media pembelajaran interaktif secara online yang dapat merespon dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa.

Daftar Pustaka

Ferawati. 2011. Model Pembelajaran Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep dan Keterampilan Generik Sains Guru Fisika pada Topik Fluida Dinamis. Proseding Penelitian Bidang Ilmu Eksakta, 1-10.

Gunawan., Harjono, A. Sahidu, A., & Sutrio. 2014. Penggunaan Multimedia Interaktif dalam Pembelajaran Fisika dan Implikasinya pada Penguasaan Konsep Mahasiswa. Jurnal Pijar MIPA, 9 (1), 15 - 19. Dari https://jurnalfkip.unram.ac.id/index.php/JPM/article/view/38.

Kurniawati, I. D. & Nita, S. 2018. Media Pembelajaran Berbasis Multimedia Interaktif untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa. DoubleClick: Journal of Computer and Information Technology, 1 (2), 68-75. Dari http://e-journal.unipma.ac.id/index.php/doubleclick.

Liao, Y. K. 1992. Effects of Computerassisted Intruction on Cognitive Outcomes: A Meta Analysis. Journal of Research on Computing in Education, 24 (3). Dari https://www.learntechlib.org/p/145684/.

Nandi, 2006. Penggunaan Multimedia Interaktif Dalam Pembelajaran Di Persekolahan. Jurnal “GEA” Jurusan Pendidikan Geogarafi, 6 (1). Dari https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/32639748/Artikel_di_Jurnal_GEA.pdf.

Sriyanti, I. 2009. M-Learning: Alternatif Media Pembelajaran di LPTK. Makalah Seminar Nasional Pendidikan. Dari http://eprints.unsri.ac.id/2223/1/M._leaning.

Sudrajat, A. 2008. Media Pembelajaran, (Online),  (https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/12/konsep-media-pembelajaran/media/), diakses 27 April 2021.

Sabtu, 24 April 2021

IMPLEMENTASI CONTINUOUS IMPROVEMENT UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU


Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan bisa bersanding bahkan bersaing dengan negara maju, maka dibutuhkan guru yang profesional untuk menjadi penentu keberhasilan pendidikan. Guru perlu diberi pembinaan, dikembangkan, dan diberi penghargaan yang layak sesuai dengan tuntutan visi, misi, dan tugasnya. Hal ini sangat penting, terutama apabila dikaitkan dengan hasil-hasil penelitian yang menunjukkan bahwa guru memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan keberhasilan pendidikan, meningkatkan kualitas pembelajaran, dan membentuk kompetensi peserta didik (Mulyasa, 2008).

Untuk dapat melaksanakan peran dalam memberikan ilmu kepada orang lain, yang mana guru bukan hanya mengajar dan melatih akan tetapi juga mendidik, maka guru harus memiliki modal dasar dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Modal dasar ini disebut dengan kompetensi yang meliputi kompetensi personal, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial (Roqib & Nurfuadi, 2011). Kompetensi guru merupakan gabungan antara kemampuan keilmuan, personal, teknologi, spiritual, dan sosial yang membentuk kompetensi standar profesi guru, yang terdiri dari pemahaman terhadap peserta didik, penguasaan materi, pembelajaran yang mendidik, serta pengembangan pribadi dan profesionalisme (Mulyasa, 2008).

Guna meningkatkan kompetensi guru, perlu adanya Continuous Improvement sehingga terciptanya sekolah yang berkualitas, unggul, dan mendapatkan sambutan positif dari masyarakat. Upaya meningkatkan kompetensi guru perlu dilakukan secara terus-menerus, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini dikarenakan pada era globlisasi banyak persaingan mutu yang menuntut semua pihak dalam berbagi sektor pembangunan untuk selalu meningkatkan kompetensinya (Muslimin, 2017).

Continuous Improvement merupakan konsep tentang perbaikan atau peningkatan diri secara terus-menerus yang mendapatkan perhatian penuh, karena hal ini telah menjadi bagian dari karakteristik persaingan global agar berhasil memajukan produksi barang, layanan jasa dan kualitas proses dalam perusahaan. Perbaikan mutu tidak sukses begitu saja, tapi distrategikan secara sesistematis mungkin fase demi fase, supaya suatu keorganisasian mampu melakukan sebuah perbaikan besar, berkesinambungan, sehingga organisasi harus terstruktur dengan tepat (Rusdi, 2018).

Pembelajaran merupakan elemen penting dalam Continuous Improvement. Pembelajaran memberikan dasar rasional untuk bertindak. Tingkat dan luasnya Continuous Improvement dapat ditingkatkan dengan membuat perbaikan proses dan sistem. Sistem tersebut harus mendukung pengembangan keterampilan dan pengetahuan anggota organisasi dalam melakukan perbaikan (Muslimi, 2017).

Penerapan strategi Continuous Improvement dalam dunia pendidikan (pembelajaran di aekolah) memenuhi karakteristik sebagai berikut: kebutuhan proses belajar yang terus menerus dari waktu ke waktu, semua orang dalam organisasi harus menjadi peserta, gagasan dapat datang dari siapapun dalam organisasi, terus mencari peluang baru, memberdayakan orang untuk melakukan eksperimen. Dengan karakeristik tersebut, maka strategi penerapan Continuous Improvement dalam pembelajaran di sekolah dapat dibuat secara lebih jelas (Muslimin, 2017).

Menurut Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (2003), terdapat beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam merancang Continuous Improvement. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam merancang Continuous Improvement antara lain: pendidikan, tanggung jawab yang jelas, teladan manajer perbaikan diidentifikasikan sebagai strategi yang penting, metode sistematis untuk perbaikan, identifikasi dan prioritas tindakan perbaikan, pelatihan, identifikasi hambatan perbaikan review terhadap perbaikan, mekanisme untuk membagi pembelajaran, dan pembelajaran sistematis siklus PDSA (Plan-Do- StudyAct).

 

Daftar Pustaka

Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Muslimin. 2017. Implementasi Continuous Improvement Sebagai Upaya Peningkatan Kompetensi Guru SDIT Mutiara Hati Purwareja Klampok Banjarnegara. Tesis. Purwokerto: Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Purwokerto.

Roqib, M. & Nurfuadi. 2011. Kepribadian Guru Upaya Mengembangkan Kepribadain Guru yang Sehat di Masa Depan. Purwokerto: STAIN Press.

Rusdi. 2018. Continues Improvement Sebagai Upaya dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan Pedesaan. Al-tanzim: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 2 (2), 150-160. Dari https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/al-tanzim/article/view/396.

Tjiptono, F. & Diana, A. 2003. Total Quality Management (TQM). Jogjakarta: Andi Offset.

Selasa, 20 April 2021

PENTINGNYA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) DALAM PROSES PEMBELAJARAN

 


Proses pendidikan harus dilaksanakan secara terencana dengan menggunakan pemikiran-pemikiran yang objektif dan rasional, sehingga semua potensi peserta didik dapat berkembang secara optimal. Kata terencana ini menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran sangat penting dalam setiap proses pembelajaran (Anggraeni & Akbar, 2018). Menurut Isman (2011), proses pembelajaran harus fokus pada suatu konteks dan pengalaman yang dapat membuat peserta didik mempunyai minat/motivasi dan bisa melaksanakan aktivitas proses pembelajaran. Untuk itu, kualitas suatu proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kualitas perencanaan pembelajaran yang digunakan.

Kesuksesan suatu proses pembelajaran dapat tercapai melalui kerjasama antara guru dan peserta didik. Orang pertama yang menentukan kesuksesan pembelajaran adalah guru. Awal kesuksesan dimulai dari perencanaan pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum mengajar. Perencanaan itu tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP merupakan rencana yang menunjukkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran agar dapat mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus (Kunandar, 2007).

Menurut Seel, Lehmann, Blumschein, & Podolskiy (2017), perencanaan pembelajaran merupakan prosedur yang sistematis yang mana program pelatihan dan pendidikan dapat disusun dan dikembangkan untuk meningkatkan pembelajaran yang substansial. Menurut Isman (2011), tujuan adanya perencanaan pembelajaran adalah untuk menunjukkan mengenai perencanaan, pengembangan, pengelolaan, dan penilaian suatu proses pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pembelajaran sangat penting dalam setiap proses pembelajaran.

Pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran terdiri dari tiga kegiatan, yaitu kegiatan pembukaan, inti, dan penutup. Menurut Sukirman dan Kasmad (2006), pada kegiatan pembukaan dalam suatu pembelajaran dapat dilakukan dengan menciptakan perhatian dan motivasi kepada peserta didik; menunjukkan sikap yang dapat mendidik; menunjukkan kesiapan belajar dari peserta didik; menciptakan suatu suasana pembelajaran yang demokratis; mengecek kehadiran peserta didik; mengecek kesiapan peserta didik terhadap yang materi yang lalu dan mengaitkannya dengan materi yang akan dipelajari; menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai peserta didik; dan menjelaskan kegiatan-kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan oleh peserta didik. Dalam kegiatan inti dalam suatu pembelajaran harus bisa menciptakan suatu kondisi pembelajaran yang inspiratif, interaktif, menantang, menyenangkan, memotivasi, kreativitas, prakarsa, dan menumbuhkan kemandirian dalam diri peserta didik. Dalam kegiatan penutup dalam suatu pembelajaran bertujuan untuk memberi gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal yang sudah dipelajari oleh peserta didik, mengetahui tingkat pencapaian dari peserta didik baik sikap, pengetahuan, maupun keterampilan yang terkait dengan materi pembelajaran yang telah dipelajarinya. Jenis kegiatan yang dapat dilakukan oleh guru dalam menutup pembelajaran yaitu, memberikan tugas, membuat rangkuman materi pembelajaran, memberikan tes, melakukan refleksi pembelajaran, membuat kesimpulan, dan kegiatan lainnya.

Menurut Seel, Lehmann, Blumschein, & Podolskiy (2017), perencanaan pembelajaran berfungsi sebagai kerangka acuan dan aturan untuk mengembangkan pembelajaran yang mengarah kepada peningkatan pembelajaran dan untuk mempengaruhi minat/motivasi dan sikap peserta didik, sehingga peserta didik bisa mencapai pemahaman yang lebih mendalam mengenai pokok bahasan yang harus dipelajarinya. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran yang dibuat harus bersifat luwes (fleksibel) dan memberi kemungkinan bagi guru untuk dapat menyesuaikan dengan respon peserta didik dalam suatu proses pembelajaran yang sesungguhnya. Perencanaan pembelajaram yang sudah disiapkan sebelum proses pembelajaran akan memperlancar, mempermudah, dan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Perencanaan pembelajaran yang disusun secara sistematis, professional, dan berdaya guna akan membantu guru untuk mengamati, menganalisis, dan memprediksi suatu program pembelajaran sebagai kerangka kerja yang terencana dan logis (Zendrato, 2016).

Kemp (1994) berpendapat bahwa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memberi manfaat bagi banyak pihak. Manfaat tersebut antara lain, 1) administrator atau pengelola program akan mendapatkan bukti tentang proses belajar yang efektif dan efisien; 2) perancang pembelajaran akan mendapatkan bukti bahwa program yang dirancangnya telah memuaskan. Indikator terbaik adalah pencapaian semua tujuan program oleh peserta didik dalam batas waktu yang tepat; 3) Guru bisa melihat peserta didiknya mendapatkan semua kemampuan yang diharapkan dan bisa menjalin hubungan positif dengan peserta didik secara pribadi.

Menurut Callahan & Clark (1982), mengajar tanpa adanya persiapan tertulis akan menghasilkan ketidakefektifan suatu pembelajaran di dalam kelas karena guru tidak memikirkan secara menyeluruh apa yang akan dilakukan dan bagaimana cara melakukannya. Dengan adanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), guru bisa mengorganisasikan kompetensi standar yang akan dicapai dalam pembelajaran dengan lebih terarah. Oleh sebab itu, maka sudah semestinya setiap proses atau kegiatan pembelajaran guru selalu berpedoman pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusunnya. Hal ini bertujuan agar pembelajaran menjadi lebih terarah dan rumusan tujuan pembelajaran yang telah disusun dapat dicapai dengan baik.

 

Daftar Pustaka

Anggraeni, P. & Akbar, A. 2018. Kesesuaian Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan Proses Pembelajaran. Jurnal Pesona Dasar, 6 (2), 55-65. Dari http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/PEAR/article/view/12197/9465.

Callahan, J. F. & Clark, L. H. 1988. Planning for Competence. New York: Macmillan Publishing Co.

Isman, A. 2011. Instructional Design in Education: New Model. Turkish Online Journal of Educational Technology - TOJET, 10 (1), 136–142. Dari https://eric.ed.gov/?id=EJ926562.

Kemp, J. E. 1994. Proses Perancangan Pengajaran. Bandung: Penerbit ITB.

Kunandar. 2007. Guru profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Seel, N. M., Lehmann, T., Blumschein, P., & Podolskiy, O. A. 2017. What is Instructional Design?. Instructional Design for Learning, 1–17. Dari https://brill.com/view/book/9789463009416/BP000002.xml.

Sukirman, D. & Kasmad, M. 2006. Pembelajaran Mikro. Bandung: UPI Press.

Zendrato, J. 2016. Tingkat Penerapan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dalam Pelaksanaan Pembelajaran di Kelas Suatu Studi Kasus di SMA Dian Harapan Jakarta. SCHOLARIA: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 6 (2), 58-73. Dari https://ejournal.uksw.edu/scholaria/article/view/229.

 


Minggu, 18 April 2021

PENTINGNYA PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB) BAGI KOMPENTENSI GURU

Sumber: https://intelmediabogorraya.id/disdik-kota-bogor-gelar-pengembang-keprofesian-berkelanjutan-bagi-guru-sd/.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, guru merupakan pendidik yang profesional. Dalam hal ini, sertifikasi guru merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu guru disertai dengan peningkatan kesejahteraan guru, dengan harapan bisa meningkatkan mutu pembelajaran dan mutu pendidikan di Indonesia secara berkelanjutan. Profesionalitas guru bisa dilakukan melalui kegiatan penelitian tindakan kelas (PTK) dan mengikuti kegiatan perkembangan keprofesian melalui belajar dari berbagai sumber. Guru juga dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam berkomunikasi dan mengembangkan keprofesian (Karim & Joko, 2017).

Kompetensi guru adalah salah satu unsur untuk meningkatkan penyelenggaraan Pendidikan, karena kompetensi guru merupakan praktisi pendidikan yang memahami segala sesuatu yang terjadi pada siswanya dan memiliki tanggung jawab langsung terhadap perkembangan siswa di sekolah. Namun, pada kenyatannya di lapangan masih ada beberapa guru yang beranggapan bahwa pengembangan keprofesian hanya sebagai persyaratan untuk menaikkan pangkat dan jabatan, sehingga setelah mencapai hal tersebut guru tidak perlu lagi mengembangkan profesinya. Banyak faktor yang mempengaruhi seorang guru tidak mempunyai keinginan untuk mengembangkan profesinya, salah satunya yaitu belum diketahui bagaimana dan apa saja manfaat mengembangkan profesi guru (Karim & Joko, 2017).

Guna meningkatkan kompetensi guru di Indonesia, maka strategi dan kebijakan pembangunan di bidang pendidikan harus diprioritaskan, salah satunya adalah melalui pelaksanaan kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi guru dalam jabatan melalui latihan berkala dan merata. Selain itu, juga dilakukan penguatan Kelompok Kerja Guru (KKG) dan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Kemudian, juga perlu adanya program pembinaan karir dan pengembangan profesi kepala sekolah serta pengawas sekolah (Kastawi & Yuliejantiningsih, 2019).

Pengembangan Keprofesian Berkelajutan (PKB) adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengisi posisi saat ini dan masa depan. Tiga langkah dasar dalam pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengukuran kebutuhan pengembangan profesi, pelatihan, dan evaluasi (Lunenberg dan Ornstein, 2012). Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) bagi guru merupakan bentuk pembelajaran berkelanjutan untuk seorang guru, yang mana kegiatan ini sebagai alat untuk pengembangan profesinya yang harus dilakukan berdasarkan kebutuhan guru yang bersangkutan. Kebutuhan disini yang dimaksud adalah kebutuhan untuk meningkatkan dan mencapai kompetensinya di atas standar kompetensi profesi guru. Kegiatan ini juga berimplikasi pada perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru (Karim & Joko, 2017).

Menurut Danim (2011), di Indonesia hanya sebagian kecil (5%) dari guru yang mempunyai peluang untuk mengembangkan keprofesiannya atas prakarsa lembaga, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jika pelatihan diberikan secara merata, maka setiap guru di Indonesia hanya mempunyai peluang untuk mengikuti pengembangan profesi sekali dalam kurun waktu 20 tahun. Maka, Danim menyarankan supaya para guru melakukan pengembangan profesional secara mandiri.

Studi kasus yang dilakukan Sianturi (2013) menunjukkan bahwa kebutuhan pengembangan keprofesian guru harus berdasarkan karakteristik mereka. Artinya need assessment dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan langkah yang sangat penting supaya tepat pada sasaran. Menurut hasil penelitian dari Sianturi (2013), menyatakan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dan metodologi pembelajaran adalah materi yang diperlukan untuk dilatihkan dalam Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) untuk meningkatkan kompetensi guru.

Metode dan teknik Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang paling banyak digunakan adalah diklat, simulasi, kuliah, diskusi, dan pemodelan perilaku. Namun, on the job training/learining jarang digunakan karena proses pelaksanaannya lebih rumit, padahal kegiatan ini perlu untuk dilaksanakan. Menurut Noe, dkk (2003), kegiatan on the job training merupakan upaya untuk memfasilitasi peningkatan pengetahuan staf mengenai pekerjaan, perilaku, dan keterampilan. Untuk itu, seharusnya ini merupakan suatu teknik yang tepat untuk dapat meningkatkan kompetensi profesional, pedagodik, kepribadian, dan sosial guru. On the jon training merupakan teknik bekerja sambil belajar yang praktis untuk diterapkan.

Kendala utama implementasi Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah kurangnya narasumber, tidak adanya program dari pemerintah daerah, padatnya kegiatan guru di sekolah, kurangnya dana, tidak adanya tuntutan berubah setelah selesai pelatihan, tidak adanya dukungan dari teman sejawat, dan tidak adanya pendampingan dari pengawas ke sekolah. Kendala dari sisi guru adalah rendahnya kemampuan teknologi informasi dari guru, kurangnya minat guru untuk mengembangkan diri, setelah pelatihan guru tidak bersedia menularkan ilmunya kepada guru lain, terbatasnya fasilitas sekolah, dan guru hanya menginginkan sertifikat. Sedangkan kendala dari sisi pemerintah daerah adalah pelatihan yang diberikan tidak merata, waktu pelatihan terlalu singkat, jarang membuat program pelatihan, dan tidak ada penugasan kepada pengawas sekolah untuk mendampingi guru (Kastawi & Yuliejantiningsih, 2019).

 

Daftar Pustaka

Danim, S. 2011. Pengembangan Profesi Guru Dari Pra-Jabatan, Induksi, ke Profesional Mandiri. Jakarta: Kendana Prenada Media Group.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Karim, A. & Joko, I. S. 2017. Pelatihan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) untuk Meningkatkan Kompetensi Profesional Bagi Guru SD Muhammadiyah 8 dan SD Islam NU Pungkuran Kota Semarang Melalui Workshop, Klinik, dan Pendampingan. Seminar Nasional Pendidikan, Sains dan Teknologi. Dari https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/view/3319.

Kastawi, N. S. & Yuliejantiningsih, Y. 2019. Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru untuk Meningkatkan Mutu Pendidikan. Jurnal Manajemen Pendidikan, 6 (2), 157-168. Dari https://ejournal.uksw.edu/kelola/article/view/2987.

Noe., Hollenbeck., Gerhart., & Wright. 2003. Human Resource Management. New York: The McGraw-Hill Companies.

Sianturi, C. L. 2013. Asesmen Kebutuhan Pengembangan Profesionalisme Guru SMK. Jurnal Pendidikan Humaniora, 1 (1), 16-24. Dari http://journal.um.ac.id/index.php/jph/article/view/3793.

Minggu, 11 April 2021

PENTINGNYA PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN (PKB) DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Berdasarkan hasil survey dari badan pengembangan profesionalisme Inggris, masih banyak para pekerja yang tidak melihat diri mereka sebagai pembelajar dan mereka merasa bahwa pengembangan professionalnya merupakan tanggung jawab instansi atau perusahaan tempatnya bekerja, sedangkan sebagian besar instansi atau perusahaan melihat bahwa pembelajaran merupakan sesuatu mempunyai nilai individual dan merupakan tanggung jawab para pekerja itu sendiri untuk mengembangkan kompetisi pribadinya pada pasar kerja. Hal ini menunjukkan bahwa supaya Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) mampu berjalan dengan baik [5].

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan suatu proses belajar yang dapat membantu seseorang agar terpenuhi perannya pada masa kini ataupun masa depan yang lebih efektif dengan cara mempertahankan standar kompetensi profesional dan selalu up-to-date dengan pasar kerja yang semakin lama semakin kompetitif [8]. Berdasarkan hal tersebut, maka Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) adalah proses untuk selalu belajar keprofesionalan seseorang saat dia bekerja dalam profesi tersebut, yang mana hal ini terdiri dari kombinasi kegiatan formal dan informal, seperti kursus di lembaga pelatihan pendidikan, partisipasi dalam komite, konferensi, dan belajar mandiri [3].

Tujuan dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), antara lain: (1) tanggung jawab seseorang pada pembelajaran sepanjang hayat (life long learning), (2) merencanakan dan mengidentifikasi agar mendapatkan keterampilan yang diperlukan, (3) meningkatkan tingkat kelayakan kerja dan praktek profesional, (4) memastikan bahwa standar kerja profesional masih dapat dipertahankan, dan (5) merencanakan perubahan karir [5].

Beberapa manfaat dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), antara lain: (1) adanya peningkatan kepuasan kerja karena seseorang dapat bekerja dengan maksimal; (2) meningkatkan keamanan pada bidang profesional, dan (3) meningkatkan pendapatan seseorang karena dengan tingkat keterampilan yang lebih tinggi maka akan menghasilkan gaji yang lebih tinggi pula [5].

Menurut Permeneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 per Tanggal 1 Januari 2013, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan sesuatu hal sebagai sarana untuk dapat mewujudkan profesionalisme guru di Indonesia. Terkait dengan profesi guru, salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Komponen ini merupakan salah satu dari masukan instrumental, disamping kurikulum dan fasilitas pendidikan. Tinggi rendahnya mutu pendidikan juga ditentukan oleh mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Terkait dengan mutu pendidik dan tenaga kependidikaan, maka UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa “guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan nasional”. Kualifikasi akademik yang dimaksud adalah program S1 atau D-IV. Konsekuensi dari guru sebagai profesi adalah guru harus melaksanakan kegiatan yang menunjang profesinya dalam program pemerintah yang dikenal dengan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) [5].

Pengembangan keprofesian guru merupakan suatu proses yang didesain untuk meningkatkan dan memperluas pengetahuan profesional, keterampilan pedagogis, dan sikap guru, sehingga guru mampu melaksanakan proses intruksional tersebut [2]. Sependapat dengan hal tersebut, Bellanca (2009) berpendapat bahwa pengembangan profesional guru adalah salah satu upaya untuk dapat membekali guru dengan keterampilan dan pengetahuan yang bisa mengarahkan guru untuk mengubah kualitas praktik pembelajaran sebelumnya [1]. Pengembangan dan pembinaan guru sebaikanya dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan, supaya guru bisa menganggap dirinya sebagai guru yang profesional. Hal-hal yang dikembangkan dan dibinakan kepada guru merupakan hal yang berkaitan dengan pengetahuan dan apa yang menjadi keterampilannya, sehingga apa yang didapatkan guru pada saat mengikuti pengembangan dan pembinaan dapat bermanfaat bagi karirnya [7].

Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) juga memiliki keterbatasan, diantaranya yaitu: (1) waktu (masalah terbesar), karena akibat kesibukannya seseorang sering mengatakan bahwa dia kekurangan waktu, sehingga menjadi masalah untuk bisa terus belajar; (2) kurangnya dukungan dari badan profesional; (3) badan profesional masih berorientasi input; (4) masih bermodus box-ticking sehingga PKB menjadi pekerjaan birokrasi; (5) resources, yang mana beberapa pengembangan masih membutuhkan biaya;  dan (6) geografi, yang mana beberapa penelitian menyebutkan bahwa sejumlah orang masih ada yang mengeluh karena jauhnya tempat tinggal mereka dengan tempat diadakannya pertemuan profesional sehingga mereka tidak bisa hadir [5].

Keterbatasan-keterbatasan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) juga terjadi pada guru. Konsekuensi dari guru sebagai profesi adalah guru harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menunjang profesinya, yang mana pada Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, PKB guru terdiri dari 3 sub unsur, yaitu: (1) melaksanakan pengembangan diri, (2) melaksanakan publikasi ilmiah, dan (3) melaksanakan karya inovatif. Pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang masih belum optimal disebabkan karena PKB guru yang lebih banyak diikuti adalah kegiatan karya inovatif. Padahal idealnya guru harus mampu untuk melaksanakan ketiga komponen kegiatan PKB tersebut [7].

Hambatan dalam pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) guru adalah kurangnya rasa percaya diri, masalah waktu, beban pekerjaan yang tinggi, dan bagi guru yang kurang tanggap dengan perkembangan teknologi maka akan menjadi hal yang membatasi guru dalam berkarya.  Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala/hambatan kegiatan PKB diantaranaya yaitu, guru dituntut untuk berani mengakui dirinya sendiri, guru dituntut untuk mampu memanajemen waktu dengan baik. Bagi guru-guru yang kurang tanggap dengan perkembangan teknologi, maka upaya yang dapat dilakukan pihak sekolah yaitu dengan cara menyediakan sebuah wadah pelatihan-pelatihan untuk mengupgrade kemampuan masing-masing guru sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya [7].

 

Daftar Pustaka

[1] Bellanca, R. A. 2009. Designing Professional Development for Change. California: Corwin Press.

[2] Craft, A. 2000. Continuing Professional Development: A Practical Guide for Teachers and School (2nd ed.). London: Rautledge Falmer.

[3] Cunningham., Ian, Dawes, G., & Bennett, B. 2004. The Handbook of Work Based Learning. Gower Publishing Company.

[4] Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.

[5] Effendi, H & Hendriyani, Y. 2018. Mobile Learning sebagai Alternati Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Profesional. Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016. Dari https://osf.io/preprints/inarxiv/v83ef/.

[6] Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dari www.permenpan.no.16.go.id.

[7] Pratama, A. L. 2018. Pemberdayaan Pendidik (Studi Kasus Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Di SMKN Seni). Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan, 6 (1), 90-104. Dari http://journal.uny.ac.id/index.php/jamp.

[8] The Association of Professional Engineers and Geoscientists of BC. Continuing Professional Development Guideline. Burnaby. Dari https://www.egbc.ca/.

 




 

PENTINGNYA PENGEMBANGAN SOAL HIGH ORDER THINKING SKILLS (HOTS) DALAM PEMBELAJARAN FISIKA

Kurikulum 2013 versi 2016 yang berlaku di Indonesia saat ini meminta guru untuk melaksanakan pembelajaran yang dapat mempengaruhi siswa untu...