Berdasarkan hasil survey dari badan pengembangan profesionalisme
Inggris, masih banyak para pekerja yang tidak melihat diri mereka sebagai
pembelajar dan mereka merasa bahwa pengembangan professionalnya merupakan
tanggung jawab instansi atau perusahaan tempatnya bekerja, sedangkan sebagian
besar instansi atau perusahaan melihat bahwa pembelajaran merupakan sesuatu mempunyai
nilai individual dan merupakan tanggung jawab para pekerja itu sendiri untuk mengembangkan
kompetisi pribadinya pada pasar kerja. Hal ini menunjukkan bahwa supaya Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan (PKB) mampu berjalan dengan baik [5].
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan suatu proses
belajar yang dapat membantu seseorang agar terpenuhi perannya pada masa kini
ataupun masa depan yang lebih efektif dengan cara mempertahankan standar
kompetensi profesional dan selalu up-to-date dengan pasar kerja yang semakin
lama semakin kompetitif [8]. Berdasarkan hal tersebut, maka Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan (PKB) adalah proses untuk selalu belajar keprofesionalan seseorang
saat dia bekerja dalam profesi tersebut, yang mana hal ini terdiri dari
kombinasi kegiatan formal dan informal, seperti kursus di lembaga pelatihan
pendidikan, partisipasi dalam komite, konferensi, dan belajar mandiri [3].
Tujuan dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB), antara
lain: (1) tanggung jawab seseorang pada pembelajaran sepanjang hayat (life long
learning), (2) merencanakan dan mengidentifikasi agar mendapatkan keterampilan yang
diperlukan, (3) meningkatkan tingkat kelayakan kerja dan praktek profesional, (4)
memastikan bahwa standar kerja profesional masih dapat dipertahankan, dan (5)
merencanakan perubahan karir [5].
Beberapa manfaat dari Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB),
antara lain: (1) adanya peningkatan kepuasan kerja karena seseorang dapat bekerja
dengan maksimal; (2) meningkatkan keamanan pada bidang profesional, dan (3) meningkatkan
pendapatan seseorang karena dengan tingkat keterampilan yang lebih tinggi maka
akan menghasilkan gaji yang lebih tinggi pula [5].
Menurut Permeneg PAN dan RB No. 16 Tahun 2009 per Tanggal 1 Januari
2013, Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) merupakan sesuatu hal sebagai
sarana untuk dapat mewujudkan profesionalisme guru di Indonesia. Terkait dengan
profesi guru, salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan nasional
adalah pendidik dan tenaga kependidikan. Komponen ini merupakan salah satu dari
masukan instrumental, disamping kurikulum dan fasilitas pendidikan. Tinggi
rendahnya mutu pendidikan juga ditentukan oleh mutu pendidik dan tenaga
kependidikan. Terkait dengan mutu pendidik dan tenaga kependidikaan, maka UU Nomor
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan bahwa “guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan nasional”. Kualifikasi
akademik yang dimaksud adalah program S1 atau D-IV. Konsekuensi dari guru
sebagai profesi adalah guru harus melaksanakan kegiatan yang menunjang profesinya
dalam program pemerintah yang dikenal dengan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) [5].
Pengembangan keprofesian guru merupakan suatu proses yang didesain untuk
meningkatkan dan memperluas pengetahuan profesional, keterampilan pedagogis,
dan sikap guru, sehingga guru mampu melaksanakan proses intruksional tersebut [2].
Sependapat dengan hal tersebut, Bellanca (2009) berpendapat bahwa pengembangan profesional
guru adalah salah satu upaya untuk dapat membekali guru dengan keterampilan dan
pengetahuan yang bisa mengarahkan guru untuk mengubah kualitas praktik
pembelajaran sebelumnya [1]. Pengembangan dan pembinaan guru sebaikanya
dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan, supaya guru bisa menganggap dirinya
sebagai guru yang profesional. Hal-hal yang dikembangkan dan dibinakan kepada
guru merupakan hal yang berkaitan dengan pengetahuan dan apa yang menjadi keterampilannya,
sehingga apa yang didapatkan guru pada saat mengikuti pengembangan dan
pembinaan dapat bermanfaat bagi karirnya [7].
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) juga memiliki
keterbatasan, diantaranya yaitu: (1) waktu (masalah terbesar), karena akibat kesibukannya
seseorang sering mengatakan bahwa dia kekurangan waktu, sehingga menjadi masalah
untuk bisa terus belajar; (2) kurangnya dukungan dari badan profesional; (3)
badan profesional masih berorientasi input; (4) masih bermodus box-ticking
sehingga PKB menjadi pekerjaan birokrasi; (5) resources, yang mana beberapa pengembangan
masih membutuhkan biaya; dan (6) geografi,
yang mana beberapa penelitian menyebutkan bahwa sejumlah orang masih ada yang mengeluh
karena jauhnya tempat tinggal mereka dengan tempat diadakannya pertemuan
profesional sehingga mereka tidak bisa hadir [5].
Keterbatasan-keterbatasan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) juga terjadi pada guru. Konsekuensi dari guru sebagai profesi adalah guru
harus melakukan suatu kegiatan yang dapat menunjang profesinya, yang mana pada
Permenpan Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka
Kreditnya, PKB guru terdiri dari 3 sub unsur, yaitu: (1) melaksanakan pengembangan
diri, (2) melaksanakan publikasi ilmiah, dan (3) melaksanakan karya inovatif. Pelaksanaan
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) yang masih belum optimal disebabkan
karena PKB guru yang lebih banyak diikuti adalah kegiatan karya inovatif. Padahal
idealnya guru harus mampu untuk melaksanakan ketiga komponen kegiatan PKB tersebut
[7].
Hambatan dalam pelaksanaan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan
(PKB) guru adalah kurangnya rasa percaya diri, masalah waktu, beban pekerjaan yang
tinggi, dan bagi guru yang kurang tanggap dengan perkembangan teknologi maka
akan menjadi hal yang membatasi guru dalam berkarya. Upaya yang dilakukan dalam mengatasi
kendala/hambatan kegiatan PKB diantaranaya yaitu, guru dituntut untuk berani
mengakui dirinya sendiri, guru dituntut untuk mampu memanajemen waktu dengan
baik. Bagi guru-guru yang kurang tanggap dengan perkembangan teknologi, maka upaya
yang dapat dilakukan pihak sekolah yaitu dengan cara menyediakan sebuah wadah
pelatihan-pelatihan untuk mengupgrade kemampuan masing-masing guru sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuannya [7].
Daftar
Pustaka
[1] Bellanca, R. A. 2009. Designing Professional Development for
Change. California: Corwin Press.
[2] Craft, A. 2000. Continuing Professional Development: A Practical
Guide for Teachers and School (2nd ed.). London: Rautledge Falmer.
[3] Cunningham., Ian, Dawes, G., & Bennett, B. 2004. The
Handbook of Work Based Learning. Gower Publishing Company.
[4] Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Depdiknas.
[5] Effendi, H & Hendriyani, Y. 2018. Mobile Learning sebagai
Alternati Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Profesional. Konvensi
Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016. Dari https://osf.io/preprints/inarxiv/v83ef/.
[6] Permenpan dan RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya. Dari www.permenpan.no.16.go.id.
[7] Pratama, A. L. 2018. Pemberdayaan Pendidik (Studi Kasus
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Guru Di SMKN Seni). Jurnal Akuntabilitas
Manajemen Pendidikan, 6 (1), 90-104. Dari
http://journal.uny.ac.id/index.php/jamp.
[8] The Association of Professional Engineers and Geoscientists of
BC. Continuing Professional Development Guideline. Burnaby. Dari https://www.egbc.ca/.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar