Menurut Puspo Nugroho (2015), pengertian “Cognitive” berasal
dari kata “Cognition” yang mempunyai kesamaan dengan kata “Knowing”
yang artinya mengetahui. Dalam arti luasnya, kognisi merupakan penataan,
perolehan, dan penggunaan pengetahuan. Menurut Gredler (2013), kognitif
(mengetahui) merupakan proses yang berkembang melalui adaptasi individu
terhadap lingkangan sekitarnya dan proses perkembangannya ini terus-menerus
berubah. Sedangkan menurut Piaget dalam Fatimah Ibda (2015), pengetahuan adalah
genetic, artinya pengetahuan dapat berkembang atau developmental
bukan merupakan sesuatu yang diwariskan secara biologis. Dalam hal ini, dalam
pandangan Piaget (dalam Puspo Nugroho, 2015), pengetahuan itu datang dari
tindakan yang berimplikasi pada perkembangan kognitif, yang mana hal ini dapat
dipengaruhi dari keaktifan individu untuk memanipulasi dan keaktifannya dalam
berinteraksi dengan lingkungan. Dalam hal ini berarti proses dalam mencari
pengetahuan seseorang tidak dapat berpisah dari lingkungan sekitarnya.
Terdapat lima ciri
aliran kognitifisme, yaitu: a) mementingkan apa yang terjadi pada diri anak, b)
mementingkan peranan kognitif, c) mementingkan keseluruhan daripada
bagian-bagian, d) mementingkan pembentukan struktur kognitif, dan e)
mementingkan kondisi waktu sekarang. Untuk tahapan dari teori kognitif ini
adaah dimulai dari pengkodean – penyimpanan - perolehan kembali – pemindahan
informasi (Nugroho, 2015). Kemudian, menurut pandangan Gestalt, aplikasi teori belajar
kognitif dalam proses pembelajaran yaitu sebagai berikut: (Pahliwandari, 2016)
1.
Pengalaman
tilikan (insight), yang mana tilikan ini menjadi peranan yang sangat penting
dalam perilaku;
2.
Pembelajaran
yang bermakna (meaningful learning), yang mana kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait dapat menunjang pembentukan tilikan dalam suatu proses pembelajaran;
3.
Perilaku
bertujuan (pusposive behavior), yang mana perilaku terarah pada tujuan.
Perilaku bukan hanya terjadi karena adanya hubungan stimulus-respons, namun
juga ada kaitannya dengan tujuan yang akan dicapai;
4.
Prinsip
ruang hidup (life space), yang mana perilaku individu mempunyai keterkaitan
dengan lingkungan sekitar. Untuk itu, materi yang diajarkan haruslah mempunyai keterkaitan
dengan keadaan lingkungan sekitar siswa; dan
5.
Transfer
dalam belajar, yang mana terdapat pemindahan pola-pola perilaku dalam keadaan
suatu pembelajaran tertentu ke situasi yang lain. Transfer belajar dapat terjadi
jika siswa dapat mamahami prinsip-prinsip pokok dari persoalan yang disajikan
dan dapat menemukan generalisasi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah
dalam situasi yang lain.
Menurut pandangan Jerome Brunner, konsep dari teori belajar
kognitif menuntut adanya prinsip-prinsip utama. Prinsip-prinsip tersebut adalah
sebagai berikut: (Pahliwandari, 2016)
1.
Pembelajaran
yang aktif, yang mana disini siswa sebagai subyek belajar yang akanmenjadi
faktor paling utama. Disini, siswa dituntut untuk belajar dengan mandiri dan aktif;
2.
Prinsip
pembelajaran dengan interaksi sosial untuk menambah perkembangan kognitif (pengetahuan)
siswa dan menghindarkan dari kognitif yang bersifat egosentris;
3.
Belajar
menerapkan hal yang dipelajari agar siswa memiliki pengalaman dalam mengeksplorasi
kognitifnya lebih mendalam.
4.
Adanya
guru yang memberi arahan supaya siswa tidak melakukan banyak kesalahan dalam memperoleh
pengetahuan dan pengalaman yang positif;
5.
Dalam
memberikan materi kepada siswa, guru perlu memberi arahan yang baik dalam hal materi
yang disampaikan maupun metode yang digunakan;
6.
Pemberian
reinforcement berupa hadiah dan hukuman bagi siswa. Ketika siswa melakukan hal
yang tepat maka diberi hadiah agara siswa terus berbuat dengan tepat. Hadiah
tersebut dapat berupa pujian, dan sebagainya. Sebaliknya, jika siswa melakukan
kesalahan maka diberi hukuman agar siswa dapat menyadari dan tidak mengulangi
lagi kesalahan yang telah dilakukan. Hukuman tersebut dapat berupa nasehat, teguran,
dan sebagainya tetapi bukan hukuman yang berupa kekerasan;
7.
Materi
yang diberikan akan sangat bermakna bagi siswa apabila saling ada keterkaitan, karena
dengan begitu siswa akan terlatih untuk mengeksplorasi kemampuan kognitifnya;
8.
Pembelajaran
dilakukan dari pengenalan umum ke khusus (Ausable) atau sebaliknya dari khusus
ke umum atau dari konkrit ke abstrak (Piaget);
9.
Pembelajaran
tidak akan terhenti sampai ditemukannya unsur-unsur baru untuk dipelajari, yang
mana pembelajaran ini dengan orientasi ketuntasan; dan
10.
Adanya
kesamaan konsep atau istilah. Dalam suatu konsep dapat sangat mengganggu dalam
pembelajaran, sehingga dibutuhkan penyesuaian integratif. Penyesuaian integrative
ini dapat diterapkan dengan menyusun materi, sehingga guru bisa menggunakan
hierarki-hierarki konseptual ke atas dan ke bawah selama informasi disajikan.
Menurut
penelitian dari Maulana (2009), pengimplementasian metode konflik kognitif
dalam pembelajaran fisika cukup efektif untuk mengatasi permasalahan
miskonsepsi pada siswa untuk membentuk keseimbangan ilmu yang lebih tinggi. Adanya
rangsangan konflik kognitif dalam pembelajaran fisika akan membantu proses
asimilasi menjadi lebih efektif dan bermakna dalam hal intelektualitas siswa.
Dengan adanya kemampuan berpikir kritis pada siswa dan pemahaman konsep
terhadap materi, maka hasil belajar kognitif siswa menjadi lebih optimal. Untuk
mengatasi miskonsepsi siswa, dapat dilakukan pembelajaran dengan metode konflik
kognitif yang disertai dengan demonstrasi dan diskusi, yang dilanjutkan dengan
tes evaluasi siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Menurut hasil penelitian
Setyowati, dkk (2011), metode konflik kognitif ini hasil tes evaluasi pemahaman
konsep siswa yang dilakukan setelah pembelajaran terjadi penurunan prosentase
miskonsepsi terhadap suatu materi pokok fisika. Hal ini menunjukkan bahwa
metode pendekatan konflik kognitif ini sukses untuk mengurangi miskonsepsi
siswa dan menambah pemahaman siswa terhadap materi pokok fisika.
Menurut (Burhanuddin, 2014), teori pembelajaran
kognitif memiliki kelebihan, yaitu sebagai berikut:
1. Sebagian besar
dalam kurikulum pendidikan negara Indonesia lebih menekankan pada teori
kognitif yang mengutamakan pada pengembangan pengetahuan yang dimiliki pada
setiap individu.
2. Dengan
menerapkan teori kognitif, maka guru dapat memaksimalkan ingatan yang dimiliki
oleh siswa untuk mengingat semua materi-materi yang diberikan karena pada
pembelajaran kognitif salah satunya menekankan pada daya ingat siswa untuk
selalu mengingat akan materi-materi yang telah diberikan.
3. Pada metode
pembelajaran kognitif, guru hanya perlu memberikan dasar-dasar dari materi yang
diajarkan untuk pengembangan, yang kemudian kelanjutannya diserahkan pada siswa,
dan guru hanya perlu memantau dan menjelaskan dari alur pengembangan materi
yang telah diberikan.
4. Metode kognitif
mudah diterapkan dan juga telah banyak diterapkan pada pendidikan di Indonesia
dalam segala tingkatan.
5. Menurut para
ahli kognitif sama artinya dengan kreasi atau pembuatan satu hal baru atau
membuat suatu yang baru dari hal yang sudah ada, maka dalam metode belajar
kognitif siswa harus lebih bisa mengkreasikan hal-hal baru yang belum ada atau
menginovasi hal-hal yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.
Kemudian, kelemahan dari teori pembelajaran
kognitif yaitu sebagai berikut:
1.
Teori kognitif lebih menekankan pada kemampuan
ingatan siswa dan kemampuan ingatan masing-masing siswa, sehingga kelemahannya adalah
selalu menganggap semua siswa imemiliki kemampuan daya ingat yang sama dan
tidak dibeda-bedakan.
2.
Jika dalam pembelajaran hanya menggunakan
metode kognitif, maka siswa tidak akan mengerti sepenuhnya materi yang diberikan.
3.
Adakalanya
metode ini tidak memperhatikan cara siswa dalam mengeksplorasi atau mengembangkan
pengetahuan dan cara-cara siswa dalam mencarinya, karena pada dasarnya
masing-masing siswa memiliki cara yang berbeda-beda.
4.
Dalam
menerapkan metode pembelajaran kognitif, guru pelu memperhatikan kemampuan siswa
dalam mengembangkan suatu materi yang telah diterimanya.
5.
Apabila sekolah kejuruan hanya menggunakan
metode kognitif tanpa adanya metode pembelajaran lain, maka guru akan kesulitan
dalam praktek kegiatan atau materi.
Daftar
Pustaka
Burhanuddin, A. 2014. Kekurangan dan Kelebihan Teori Kognitif
dan Konstruktivistik, (Online), (https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/06/07/kekurangan-dan-kelebihan-teori-kognitif-dan-konstruktivistik-4/),
diakses 9 Maret 2021.
Gredler,
M. E. 2013. Learning and Instruction: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Kencana.
Ibda, F. 2015. Perkembangan Kognitif: Teori Jean Piaget. Jurnal
Intelektualita, 3 (1), 27-38. Dari https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/intel/article/view/197/178.
Maulana, P. 2009. Pengaruh Pendekatan Konflik Kognitif dalam
Pembelajaran Fisika untuk Mengurangi Terjadinya Miskonsepsi Fisika. Skripsi
diterbitkan. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Dari http://lib.unnes.ac.id/14352/.
Nugroho, P. 2015. Pandangan Kognitifisme dan Aplikasinya dalam
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Anak Usia Dini. Kudus: Jurnal Thufala, 3
(2), 281-304. DOI: 10.21043/thufala.v3i2.4734.
Pahliwandari, R. 2016. Penerapan Teori Pembelajaran Kognitif dalam
Pembelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jurnal Pendidikan Olahraga, 5
(2), 154-164. Dari http://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/olahraga/article/view/383.
Setyowati, A., Subali, B., & Mosik. 2011. Implementasi
Pendekatan Konflik Kognitif dalam Pembelajaran Fisika untuk Menumbuhkan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Kelas VIII. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 7 (2), 89-96. Dari https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JPFI/article/view/1078.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar