Guru
merupakan salah satu profesi yang tidak akan pernah lepas dari sorotan dunia
pendidikan. Tujuan pembelajaran dapat tercapai dan proses pendidikan di
Indonesia masih tetap dapat berlangsung sampai saat ini, itu semua tidak jauh
dari peran seorang guru. Selain itu, guru bukan hanya berkecimpung di dunia
pendidikan, namun guru juga ada kaitannya dengan hubungan sosial, yang mana
hubungan ini berkaitan dengan hubungan guru dengan murid, orang tua murid,
sesama guru, maupun masyarakat. Melalui hubungan sosial ini diharapkan guru
dapat membantu siswa untuk membentuk karakter, yang mana hal tersebut dapat
berpengaruh dalam aktivitas siswa dalam hidup bermasyarakat (Mulyasa, 2006;
Kunandar, 2007; Masnur, 2007; dan Mahfuddin, 2013). Dalam hubungan sosial
tersebut, guru harus memiliki kemampuan dalam berkomunikasi, mudah bergaul,
memiliki rasa simpatik yang tinggi, mampu bekerja sama dengan baik, dan juga
menjadi pribadi yang menyenangkan. Selain di lingkungan sekolah, keberadaan
guru juga sangat diharapkan di lingkungan masyarakat. Untuk itu, guru harus
dapat menjadi contoh yang baik, sehingga keefektifan proses pembelajaran dapat
terwujud dan juga hubungan antara sekolah dan masyarakat dapat terjalin lebih
baik (Rahadian, 2015).
Guru
adalah sumber daya utama untuk dapat tercapainya tujuan pembangunan pendidikan yang
perlu untuk diberi penghargaan dengan layak sesuai dengan peran guru yang
begitu besar dalam hal pembangunan nasional pada bidang pendidikan (Komara,
2016). Pengembangan profesinalisme guru sangat diperhatikan oleh dunia, karena
guru mempunyai peran dan juga tugas untuk memberikan informasi ilmu pengetahuan
dan teknologi. Selain itu, guru juga harus membentuk jiwa dan sikap siswa untuk
dapat bertahan di era hiperkompetisi. Mengembangkan profesi guru sebenarnya
bukanlah sesuatu yang mudah, bahkan birokrasi pendidikan terkadang kurang/tidak
mendukung terciptanya keadaan pengembangan profesi guru yang kondusif (Mustofa,
2007). Beberapa kenyataan sebagai bukti bahwa guru belum secara penuh
memperoleh profesi yang semestinya, yaitu: penugasan guru tidak sesuai bidang
keahliannya; pengangkatan guru, khususnya guru honorer sebagian besar banyak
yang belum ada perjanjian kerja bersama; pengembangan dan pembinaan profesi maupun karir guru sebagian besar belum dapat terjamin;
terdapat penyumbatan dan pembatasan oleh aspirasi guru dalam memperjuangkan demi
kemajuan pendidikan secara professional dan juga akademik; pembayaran gaji guru
honorer yang masih belum wajar; adanya arogansi oknum pemerintahan, orang tua
dan siswa terhadap guru, dan masyarakat; adanya mutasi terhadap guru dengan
tidak adil; adanya tindakan disiplin untuk guru karena adanya perbedaan
pandangan dengan kepala sekolah; serta guru yang sampai menjadi korban karena ia
bertugas di sekolah yang sudah rusak atau di daerah penuh konflik (Komara,
2016).
Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 7 ayat (1) huruf h, menyatakan
bahwa guru harus mempunyai jaminan dalam perlindungan hukum ketika melaksanakan
tugas profesionalannya (Setneg RI, 2005).
Namun, menurut data empiris perlindungan hukum pada guru di Indonesia masih
lemah. Ketika guru mendapatkan suatu masalah berkaitan hukum, khususnya masalah
yang ada kaitannya dengan tugas guru, maka seolah-olah guru harus berjuang
sendiri dalam menyelesaikan hukumannya tersebut. Nyatanya, sampai saat ini
masih banyak guru bekerja dengan ketidakpastian. Ketakpastian tersebut meliputi
status kepegawaian, pengembangan profesi, kesejahteraan, maupun advokasi hukum (Apandi,
2013).
Tampaknya,
organisasi yang mengatur keprofesian guru perlu di tambah bidang yang memiliki
tugas melakukan advokasi hukum. Selain itu, guru di Indonesia perlu dipermudahkan
dalam proses menjadi anggota profesi guru, sehingga ketika guru menghadapi
suatu masalah yang berkaitan dengan hukum akan mendapatkan bantuan kepada
organisasi keprofesian guru dalam memberikan bantuan hukum atau melakukan
pendampingan (Apandi, 2013). Perlindungan hukum yang dimaksud adalah mencakup segala
dimensi, yang meliputi upaya mewujudkan kepastian hukum, kesehatan, keamanan,
dan kenyamanan bagi guru dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya (Kemendikbud
RI, 2012).
Pemerintah
atau LKBH PGRI (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Persatuan Guru Republik
Indonesia) seharusnya memberikan perlindungan hukum kepada semua guru, meskipun
diminta atau tidak diminta; menyebarluaskan informasi untuk meningkatkan
kesadaran kewajiban dan hak guru; memberikan perlindungan hukum yang sesuai
dengan kerjasama dengan guru; bekerjasama dengan instansi terkait untuk mewujudkan
perlindungan terhadap guru; memberi nasihat pada guru yang sedang membutuhkan;
serta membantu guru untuk memperjuangkan
haknya, seperti menerima keluhan atau pengaduan guru (Komara, 2016).
Daftar Pustaka
Apandi,
I. 2013. Perlindungan Hukum bagi Guru, (Online), (http://www.kompasiana.
com/idrisapandi/perlindungan-hukum-bagiguru_55298284f17e61b97cd623ab), diakses
20 Februari 2021.
Kemendikbud
RI [Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia]. 2012. Kebijakan
Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (Online), (https://www.usd.ac.id/fakultas/pendidikan), diakses 20
Februari 2020.
Komara,
E. 2016. Perlindungan Profesi Guru di Indonesia. Jurnal Indonesia untuk
Kajian Pendidikan. 1 (2), 151 – 160. Dari
http://ejournal.upi.edu/index.php/mimbardik.
Kunandar. 2007. Guru
Professional. Jakarta: Rajawali Pers.
Mahfuddin, A.
2013. Profesionalisme Jabatan Guru di Era Globalisasi. Bandung: Rizqi
Press.
Masnur, M. 2007. Sertifikasi
Guru Menuju Profesionalisme Guru. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2006. Menjadi
Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mustofa.
2007. Upaya Pengembangan Profesionalisme Guru di Indonesia. Jurnal Ekonomi
dan Pendidikan, 4 (1). Dari https://media.neliti.com.
Rahadian,
D. 2015. Peran dan Kedudukan Guru dalam Masyarakat. Jurnal Pendidikan Tinggi
dan Informasi, 26 - 37. Dari https://journal.institutpendidikan.ac.id.
Setneg
RI [Sekretariat Negara Republik Indonesia]. 2005. Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jakarta: Sekretariat
Negara Republik Indonesia.